Mungkinkah MotoGP Lebih Cepat lagi?

Di Qatar 1 2021, rekor top speed dipecahkan. Bukan hanya sekali, tapi tiga kali. Rekor lama, Andrea Dovizioso dengan 356.7 km/h pada FP3 di Mugello Italian GP 2019 dipecahkan oleh:

1. Johann Zarco – 362.4 km/h – FP4, 2021 Qatar GP

2. Jorge Martin – 358.8 km/h – Q1, 2021 Qatar GP

3. Jack Miller – 357.6 km/h – Q2, 2021 Qatar GP

Apakah masih bisa lebih cepat lagi?


Semakin cepat motor, perlu dipertimbangkan juga faktor keselamatannya. Ada dua perbedaan terkait hal ini. Vinales tidak mempermasalah top speed Zarco. "Aku pikir sekarang semua makin aman, termasuk juga ban Michelin, secara umum aku pikir masih aman," kata Vinales. "Seperti kata Pecco, lihat saja nanti di Mugello. Kalau di Qatar saja top speed sudah segini, gak tahu kalau di Mugello. Bakal sulit ngontrol bike, tapi saya yakin makin aman. Trek sangat lebar dan aku yakin bannya aman. Jadi, tak akan ada masalah."

Valentino Rossi beda lagi. "Buat saya, lebih dari 330 km/jam sudah sangat berbahaya," kata Rossi. "Jadi, 330 km/jam atau 360 km/jam itu sudah luar biasa! Semua fans pasti senang dengan angka ini, menakjubkan, tapi pasti ini sudah berbahaya."

Infrastruktur memang menentukan. Seperti yang terjadi pada Zarco, ia late breaking, telat ngerem. Akibatnya, ia maju sangat cepat, bahkan sampai melebar. Sesuatu yang harus dihindarkan ketika balap. Dengan track lurus lebih panjang, top speed baru pasti tercapai lagi.

Tapi, nambah panjang trek juga jadi masalah. Trek lebih panjang berarti butuh waktu lebih banyak untuk satu lap. Penonton di trek saat ini saja harus menunggu hampir dua menit sampai pembalap lewat di depannya. Apa mau nunggu lebih lama lagi?

Nambah trek juga pasti butuh duit. Ada duitnya buat nambah trek? Bukan cuma trek, area pinggiran trek juga harus ditambah. Buat keamanan, kalau pembalap jatuh jadi bisa ndlosor. Bukan langsung nabrak pagar. Kita tidak mau terjadi lagi insiden Daijiro Kato.

Qatar memang punya kelebihan duit. Pemerintahannya menjadikan ajang balapan ini sebagai sportwashing, upaya agar pelanggaran HAM yang dilakukannya tertutupi oleh glamor motoGP sehingga mereka siap untuk investasi nambah crash area, dana, dst. Bagaimana dengan negara lain. Sirkuit Brno (yang punyanya itu bapaknya Karel Abraham dari AbRacing) saja nyerah ketika diminta untuk memperbaiki sirkuit. Gak ada duitnya.

Katakanlah trek diperpanjang. Yang diperpanjang harus bagian lurus. Kalau panjang tapi bolak belok ya gak akan dapat top speed. Tapi kalau terlalu lurus jadinya drag race, kayak balap liar. Gak seru.

Terus manusia jadi punya limitasi tubuh. Sekuat apa badan bisa bergerak secepat itu selama 45 menit, 20an putaran?

Yang pasti, pembatasan top speed seperti yang terjadi ketika MotoGP turunkan CC mesin dari 1000cc ke 800cc beberapa tahun lalu ternyata tidak efektif. Hanya dalam setengah season ternyata mesin 800cc ini melampaui kecepatan yang 1000cc. Mesin dibatasi tapi mekanik selalu punya cara lain.

Satu lagi, aerodinamika. Aerodinamika di MotoGP baru dasar, belum secanggih Formula 1. Dengan perkembangannya yang terus berlanjut (Ducati pelopornya) masih mungkin ada perbaikan sehingga top speed pasti akan bertambah lagi.

Tambah lagi, aturan. Saat ini ada aturan larangan menginjak area hijau pada trek. Jika kena, walaupun cuma satu ban saja bisa berakibat diskualifikasi. Ini membuat pembalap dipaksa untuk lebih pelan walaupun tentu lebih aman. Jadi, jangan harap ada gerakan kontroversial seperti ketika Rossi salip Stoner di luar tikungan Laguna Seca Amerika yang kemudian dibalas dengan Marquez vs Rossi.

So, kesimpulannya top speed pasti bisa nambah. Cuma sejauh apa? Kita lihat saja. Yang paling penting adalah race yang seru.

Comments